Sabtu, 02 Juli 2011



1. PEMBOHONGAN PUBLIK GUBERNUR KEPADA MASYARAKAT SUMATERA SELATAN

berdasarkan Surat Gubernur Sumatera Selatan Nomor 028/3472/VI/2010 tertanggal 3 Desember 2010 kepada DPRD Sumatera Selatan, Gubernur cuma memberitahukan pemanfaatan barang milik daerah, yaitu pembangunan tempat wisata belanja (underground mall) di eks Lapangan Parkir Stadion Sriwijaya, Jalan POM IX Kampus Palembang. Di surat tersebut tidak pernah tertulis atau menyebutkan tentang rencana pembangunan Rumah Sakit Internasional SILOAM & Sekolah Kristen Pelita HarapanBayangkan, dengan DPRD saja tertutup & tidak memberitahukan rencana pembangunan ini. Apalagi dengan masyarakat Sumatera Selatan yang memilihnya ? Kepada kita cuma disampaikan kalau rencana pembangunan ini adalah sebuah CSR (Coorprate Social Responbility) perusahaan Lippo Group. Orang awam pun tau, CSR itu adalah hibah alias pemberian cuma-cuma yang pengelolaannya dilakukan oleh pihak yang diberikan CSR tersebut, bukan oleh perusahaan tersebut

2. KESOMBONGAN KEKUASAAN PIHAK-PIHAK YANG TETAP INGIN MEMAKSAKAN RENCANA PEMBANGUNAN INI

Rencana pembangunan Rumah Sakit Internasional SILOAM & Sekolah Kristen PELITA HARAPAN itu dilaksanakan di atas tanah lahan milik Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan sistem perjanjian dengan pihak ketiga yang harusnya, berdasarkan PP No.50/Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, pasal 9, bahwa semua perjanjian dengan pihak ketiga yang membebani daerah & masyarakat harus mendapat persetujuan dari DPRD. Tapi Gubernur tidak pernah melakukan pemberitahuan, apalagi konsultasi atau meminta persetujuan dengan DPRD sebagai perwakilan masyarakat Sumatera SelatanHal ini berarti Gubernur mengabaikan peran DPRD sebagai mitra kerja yang sejajar dalam pembangunan serta lembaga yang mewakili aspirasi masyarakat Sumatera Selatan seakan-akan, Gubernur adalah pihak yang paling berkuasa & tidak perlu pihak serta elemen lain dalam pembangunan Sumatera SelatanBelum lagi, ternyata Gubernur tidak pernah mengajak dialog Pemerintah Kota Palembang sebagai pihak yang paling berkepentingan terhadap rencana pembangunan ini karena berada di wilayah administrasinyaTidakkah ini bisa dikategorikan sebagai arogansi kekuasaan ?

3. MENGHILANGKAN KAWASAN PUBLIK

Lapangan Parkir Stadion Bumi Sriwijaya dikenal sebagai tanah lapang milik publik layaknya lapangan Monas, Jakarta yang sering dipakai untuk olahraga, kampanye terbuka, upacara hari-hari besar nasional oleh TNI/Polri serta instansi pemerintah lainnya, shalat Ied, konser musik, pameran, tabligh akbar, dll. Bahkan lapangan ini pasti memiliki kenangan tersendiri bagi masyarakat Sumatera Selatan. Kalau di atas lapangan ini akan dibangun bangunan milik pihak tertentu, kemana kita akan melakukan kegiatan kita ? kemana kita akan bernostalgia ? kalaupun tetap bisa dimanfaatkan, nantinya kita semua harus membayar untuk itu semua !

4. TIDAK MEMILIKI IZIN ALIAS ILEGGAL

Berdasarkan pemberitaan di media, salah satunya adalah di RADAR PALEMBANG (Senin, 23 Mei 2011), rencana pembanguan Rumah Sakit Internasional SILOAM & Sekolah Kristen PELITA HARAPAN belum memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan) & tidak ada studi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) sehingga rencana ini tidak bisa diteruskan karena melanggar hukum. Bagaimana bisa Gubernur yang katanya Warga Negara yang taat hukum masih ngotot melanjutkan rencana pembangunan ini padahal sudah jelas-jelas tidak ada IMB & AMDALnya ?

5. MENGAKIBATKAN BANJIR DI KOTA PALEMBANG

Lapangan Parkir Stadion Sriwijaya selama ini dikenal sebagai kawasan hijau, tempat penyerapan air & berfungsi sebagai paru-paru kota. Dengan adanya rencana pembangunan Rumah Sakit Internasional SILOAM & Sekolah Kristen PELITA HARAPAN maka akan menghilangkan semua fungsi ini. Apalagi kolam resistensi di dekat GOR sudah ditimbun. Gara-gara itu semua, lihatlah sekarang, kota Palembang telah menjadi kota yang rawan banjir & tinggi tingkat polusi udaranya serta kota yang cuacanya sangat panas, tidak bersahabat dengan masyarakatnya sendiri

6. TIDAK MEMBERIKAN MANFAAT APA PUN KEPADA MASYARAKAT SUMATERA SELATAN

Untuk diketahui, perjanjian pembangunan Rumah Sakit Internasional SILOAM & Sekolah Kristen PELITA HARAPAN ini dibuat berdasaran sistem BOT (Built, Operate & Transfer) oleh Gubernur untuk jangka waktu 30 tahun. Artinya selama 30 tahun ke depan, pemerintah Provinsi Sumatera Selatan & masyarakat Sumatera Selatan tidak akan mendapat keuntungan apa-apa, baik materi ataupun immateri serta baru 6 kali jabatan Gubernur berganti baru berpindah pengelolanya kepada kita. Itupun kalau tidak diperpanjang lagi perjanjiannnyaFaktanya juga, Rumah Sakit SILOAM yang sudah berdiri di beberapa daerah tidak ada kelas 3 untuk masyarakat miskin, tidak melayani ASKESKIN sehingga masyarakat Sumatera Selatan jelas-jelas tidak bisa berobat disanaSekolah Kristen PELITA HARAPAN juga terkenal dengan biaya pendidikan yang melangit, yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat luasIni jelas-jelas bertentangan dengan program Pendidikan & Berobat Gratis yang dijalankan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan selama iniLalu alasan apa lagi yang mau dipakai untuk mempertahankan rencana pembangunan ini ?

7. MENGANCAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI SUMSEL YANG SELAMA INI HARMONIS & KONDUSIF

Kebijakan rencana pembangunan Rumah Sakit Internasional SILOAM & Sekolah Kristen PELITA HARAPAN jelas-jelas tidak memperhatikan aspirasi ummat Islam sebagai mayoritas masyarakat Sumatera Selatan. Padahal semua tahu bahwa SILOAM adalah symbol & syiar agama tertentu yang membawa misi-misi tertentu. Apalagi, pihak Lippo Group terkesan memaksakan nama tersebut sehingga ini akan berpotensi mengganggu stabilitas keamanan di Sumatera Selatan yang selama ini sudah dijaga semua pihak untuk kondusif, terutama kerukunan & ketentraman kehidupan ummat beragamanya

8. RENCANA YANG INEFISIENSI & TIDAK MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN

Rencana pembangunan ini, jika dikaji dari berbagai aspek, adalah pemborosan & tidak ada kaitannya, secara langsung maupun tidak langsung, dengan pelaksanaan tugas Dinas-dinas yang ada dalam ruang lingkup Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Juga tidak dalam rangka mendukung program-program pemerintah, seperti Pendidikan & Berobat Gratis serta pelaksanaan Sea Games XXVI di Palembang tapi untuk kepentingan bisnis Lippo Group sebagai pihak ketiga yang hanya mengakibatkan masyarakat Sumatera Selatan menjadi konsumtif

9. INI ADALAH AWAL DARI RENCANA PENJUALAN SELURUH ASSET MASYARAKAT SUMATERA SELATAN

Rencana pembangunan ini patut dicurigai sebagai upaya yang terstruktur & terencana untuk menjual asset strategis & bersejarah milik masyarakat Sumatera Selatan untuk kepentingan bisnis yang hanya menguntungkan pihak ketiga & sebagian kecil pejabat tanpa memperdulikan keseluruhan masyarakat Sumatera SelatanPatut diketahui bahwa Gedung Museum Tekstil yang seharusnya dijaga & dirawat sebagai symbol tumbuh-kembang kemajuan seni tekstil Sumatera Selatan seperti songket yang sudah menjadi symbol Provinsi ini juga rencananya akan diubah menjadi hotel Maka membiarkan kebijakan rencana pembangunan ini tetap berjalan hanya akan memberikan angin segar kepada sekelompok orang untuk menjual seluruh asset masyarakat Sumatera Selatan & berpacu dengan konsep pembangunan ‘menara gading’nya yang jelas-jelas tidak terkait dengan hajat hidup masyarakat Sumatera Selatan

10. TIDAK MEMENUHI KAIDAH-KAIDAH DEMOKRASI & TATA PEMBANGUNAN NASIONAL

Rencana pembanguan ini tidak memenuhi asas pengelolaan barang milik daerah, yaitu asas transparasi, akuntabilitas & efisiensi yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini yang bisa dilihat dari tertutupnya Gubernur kepada DPRD & masyarakat Sumatera Selatan terhadap rencana, manfaat, bentuk kerjasama serta hal-hal lain terkait rencana pembangunan iniApalagi seharusnya kerjasama dengan pihak ketiga dalam rencana pembangunan ini memberikan kontribusi nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetapi nyatanya dengan perjanjian selama 30 tahun, kita tidak akan mendapatkan bagi hasil apa pun. Ironis !

   http://www.facebook.com/profile.php?id=100000523271529